4IR dan Kampus
Habis sholat Idul Fitri di rumah, saya menyempatkan diri untuk membaca sebuah buku “Higher Education in The Era of the Fourth Industrial Revolution (4IR)” yang diterbitkan oleh Palgrave Macmillan. Buku ini adalah bunga rampai artikel berbasiskan riset empiris para peneliti dari berbagai Negara.
Buku ini menceritakan bagaimana negara-negara di dunia menyiapkan diri dan membekali SDMnya menjadi 4IR-ready citizens. Dalam konteks ini perguruan tinggi menjadi pemain kunci. Dari beberapa pengalaman beberapa Negara yang diangkat dalam buku ini, point pentingnya adalah perguruan tinggi harus berhasil mengawinkan antara kapabilitas praktis dan karakter personal terkait 4IR agar mahasiswa bermindset pembelajar sepanjang hayat (longlife learner). Perguruan tinggi lalu menginsersikan gabungan dua hal itu kepada mahasiswa selama mereka duduk di bangku kuliah.
Kapabilitas praktis tentu saja terkait dengan penguasaan akan ilmu dan skil seputar 4IR, diantaranya internet of things (IOT), Artificial intelegence (AI), robotics, autonomous vehicle, 3-D printing, nanotechnology dan biotechnology. Di dalam buku ini digarisbawahi bahwa itu saja tidak cukup. Pengalaman dari berbagai Negara, beberapa kompetensi kunci seperti kemampuan bekerja secara tim, kemampuan berfikir kritis dan fleksibel, kreativitas dan sikap (mindset) pembelajar sepanjang hayat justru semakin menemukan relevansinya. Untuk itu pola pembelajaranpun dirubah. Pembelajaran yang diberikan lebih berpusat kepada mahasiswa dan individualized, melintasi bidang ilmu, project-based learning dan memberikan pengalaman-pengalaman langsung yang autentik.
Buku ini menarik untuk dibaca. Akan tetapi kritik saya adalah wacana 4IR seperti dalam buku ini kurang mengangkat isu kesenjangan sosial dan dampak bagi orang/Negara/kampus yang sudah selama ini marginal (periphery). Saya sependapat dengan Peidong Yang dan Yi En Cheng salah satu penulis dari buku ini yang menekankan bahwa ide-ide besar seperti 4IR tidak lebih hanyalah sebagai diskursu hegemoni dari para elit dan pelaku-pelaku utama industri kapitalis untuk memapankan/mereproduksi kedudukan mereka sebagai elit/central. Penguasan teknologi 4IR akan semakin menguntungkan yang sudah mapan dan merugikan yang selama ini sudah termarginal. Bicara 4IR bukan hanya mendisrupsi dunia kerja, tapi lebih dahsyat lagi ini juga semakin membuka lebar kesenjangan sosial yang sudah ada. Hal ini membuat relasi antara 4IR dan perguruan tinggi juga semakin rumit. Menarik apa yang dikatakan Peidong Yang “virtual space is infinite, but it does not promise universality or equality”.
Selamat membaca
Comments
Post a Comment