Wajah Sosial Universitas dan Coronavirus


Salah satu fungsi kampus adalah berkontribusi dalam pemecahan masalah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat lokal dimana mereka berada. Aktivitas Perguruan tinggi tentu saja bersifat lokal, nasional dan internasional, tapi terkadang peran kelokalan ini sering terlupakan. Berbeda dengan perusahaan multinasional yang bisa berpindah-pindah, universitas tidak seperti itu. Seluas apapun gerakan dan pengaruh universitas di tataran global, kampus tetap merupakan institusi yang mengakar di dalam satu teritori nasional dan lokal. Sehebat-hebatnya universitas Harvard, tetap saja ada patriotisme Amerika dalam institutsi itu. Oleh karena itu perguruan tinggi tidak bisa menjadi menara gading di tempat berpijaknya.
Berbicara peranan kelokalan ini, norma yang lebih berlaku adalah kolaborasi, komunikasi dua arah dan keterlibatan yang simbiosis mutualisme. Kompetisi untuk mengejar dan mempertahankan reputasi tidak berlaku di sini. Perguruan tinggi mengenali dan menyapa pemangku kepentingan mereka secara dekat, termasuk dengan kampus lain di satu lokasi. Selama ini yang kita lihat adalah daya saing kampus dengan mengacu kepada posisi di dalam stratifikasi perengkingan kampus secara nasional maupun global.
Peranan ini seyogyanya menjadi misi esensial perguruan tinggi selain pengajaran dan penelitian baik dalam suasana normal maupun tidak normal atau normal baru. Mungkin sebagian besar kita akan mengatakan bahwa peran itu sudah tercakup dalam pengabdian kepada masyarakat. Tetapi saya berfikir lebih holistik, berkontribusi maksimal akan dapat dilakukan dengan memadupadankan antara pengajaran, penelitian, dan pengabdian secara kompak untuk memecahkan masalah masyarakat. Selama ini seakan-akan pengabdian itu hanya tugas tambahan dan berdiri sendiri. Ada tendensi bahwa seolah-olah urusan keterlibatn dengan masalah lokal (local engagement) cukup diwakilkan kepada kampus-kampus kecil di daerah.
Valorisasi perguruan tinggi ini tentu saja sesuatu yang diperdebatan dalam riset tentang pendidikan tinggi. Simon Marginson, salah satu peneliti terpandang dalam riset-riset bertemakan pendidikan tinggi misalnya, tidak setuju dengan ide peran social universitas. Marginson beargumentasi bahwa kita harus membedakan antara peran inti (core) dan yang bukan inti (non-core) universitas. Kita harus memisahkan antara inner dan outer role dari perguruan tinggi. Menurutnya kalaupun ada peran sosial itu hanya dua saja yang unik perguruan tinggi: okupasi kredensial dimana universitas memberikan dan mendistribusikan status dan kredensial bagi lulusannya dan fungisi sebagai pusat kodifikasi ilmu pengetahuan. Peran sosial dan kultural selain itu menurutnya lebih pas untuk organisasi sosial yang lain, termasuk pemerintah. Organisasi yang lain ini mungkin akan jauh lebih bagus dalam memainkan peranan sosial dan kultural. Perguruan tinggi tidak usah masuk terlalu jauh dalam peranan yang bukan inti tersebut. Dia menyebut advokasi untuk peranan sosial ini tidak lebih sebagai official narrative yang tidak memiliki pijakan justifikasi yang cukup kuat.
Indahnya ilmu pengetahuan adalah adanya dialektika. Gagasan selalu diuji dan didiskusikan. Peran sosial dan civic perguruan tinggi banyak juga didukung oleh ilmuwan lain. Hal ini bisa dalami dari konsep seperti regional engagement, civic university, Triple helix, new mode of knowledge production, Regional Innovation systems dan sebagainya. Konsep-konsep itu secara ringkas menjelaskan bahwa kontribusi social, lokal, civic dan valorisasi dari riset perguruan tinggi adalah bagian dari misi penting perguruan tinggi.
Ini bukan sekedara wacana. Banyak kampus-kampus dunia telah membuktikan peran-peran ini. Miisalnya Universitas Standford memiliki peran yang sangat sentral dalam membuat Silicon Valley; kampus-kampus semisal Harvard, Boston University, MIT, Tufts bersama stakeholder local/regional membuat Boston Route-128 di Amerika. Di UK, ada Cambridge Cluster yang melibatkan Cambridge university. Regional Amsterdam, Brainfort dan Twente juga punya contoh-contoh sukses perguruan tinggi berperan dalam ekosistem inovasi pembangunan ekonomi daerah. Tentu banyak peran kelokalan dan valorisasi perguruan tinggi ini. Tahukah kita bahwa Oxford University itu secara rutin membuat laporan bagaimana impact mereka terhadap kota Oxford.
Perguruan tinggi dan Coronavirus
Pandemi coronavirus semakin menguatkan peranan sosial perguruan tinggi ini. Saat ini di seluruh dunia kita menyaksikan perguruan tinggi saling bahu membahu dengan institusi kesehatan, lembaga riset lain dalam mengatasi pandemi coronavirus ini, termasuk dalam mempercepat ditemukannya vaksin coronavirus.
Kalau kita perhatikan dengan seksama, setidaknya ada 5 cara berkontribusi yang dilakukan oleh perguruan tinggi dunia dalam konteks COVID-19 ini. Kelima cara itu adalah pertama, melakukan riset bersama dan membuat alat-alat kesehatan yang dibutuhkan pasien dan petugas kesehatan; kedua, menyediakan data dan informasi covid-19 (seperti yang dilakukan oleh Johns Hopkins University); ketiga, menjadi relawan petugas kesehatan; keempat, membuka fasilitas kampus sebagai posko coronavirus; dan kelima, membuat kode etik covid-19 bagi petugas kesehatan. Kelima cara itu dilakukan secara kolaboratif, lintas bidang ilmu, lintas lembaga dan produknya bersifat open source. Para Professor tampil memimpin tim-tim ini.
Dalam suasana yang sangat tidak normal ini, perguruan tinggi kita di Indonesia juga berlomba dan bekerjasama untuk berkontrbusi. Misalnya, ITB bekerjasama dengan UNPAD merancang Ventl, alat ventilator portable; Centre for innovation for medical equipment and devices (CIMEDS) fakultas teknik UGM membuat helm pelindung wajah dan pakaian tenaga medis; ITS membuat robot ventilator; Unair melakukan riset vaksin; Unand dibawah kepemimpinan Dr. Andani Eka Putra secara lincah dan masif melakukan tes swab untuk mengidentifikasi pasien terkena coronavirus.
Memanggil Perguruan Tinggi
Ke depan peran seperti ini harus menjadi peran kunci perguruan tinggi kita. Perguruan tinggi yang bagus adalah perguruan tinggi yang memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat sekitarnya. Untuk itu perguruan tinggi yang ada dalam satu lokasi harus saling bertegur sapa, karena tidak ada perguruan tinggi di dunia ini yang hebat di segala bidang. Kalau ini terjadi seharusnya kita bisa menuntaskan masalah-masalah menahun di seputar kampus kita. Sebutlah misalnya banjir; sungai yang tidak bersih; kemiskinan; Karhutla; konflik dan hilangnya trust di tengah masyarakat; lunturnya nilai-nilai kearifan lokal; kemacetan; rendahnya mutu ekonomi sector informal dan tentu saja coronavirus ini.

Bahkan saya bisa mengatakan inilah model perguruan tinggi yang kita harapkan pasca pandemic covid-19. Perguruan tinggi yang terlibat dalam menyelesaikan masalah-masalah social baik nasional maupun global, terutama masalah yang terjadi di tempat dimana mereka beroperasi. Tentu kita mengharapkan peranan pemerintah dan segenap pemangku kepentingan perguruan tinggi untuk mendukung kontribusi sosial melalui kemitraan yang simbiosis mutualisme ini sebagai misi penting kampus. 

Comments

Popular posts from this blog

4IR dan Kampus

Tiga Ide Besar Tentang Universitas

Paradoks Pendidikan di Indonesia